MAKALAH
“TEORI
BELAJAR DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN”
Disusun oleh ;
Kelompok 1
Almaysar Hidayat Saputra ( 1886206016 )
Novita Anwarti (
1886206006 )
Rolen (
1886206043 )
DestiantiCaturLia ( 1886206019 )
WikaFradila ( 1886206037 )
Faisal
abdau ( 1886206054 )
Pendidikan
Guru Sekolah Dasar
FakultasKeguruan
Dan IlmuPendidikan
UniversitasWidya
Gama Mahakam Samarinda
2019
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kekhadirat Allah SWT, Tuhan yang telah
memberikan nikmat-Nya kepada kita semua
sehingga kelompok kami diberikan kelancaran dalam membuat makalah yang berjudul
“Teori belajar dan aplikasinya
dalam belajar”. Shalawat dan salam semoga selamanya tercurah dan
terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya serta seluruh
umatnya termasuk kita yang akan melanjutkan perjuangan semoga kita akan
mendapatkan sya’fatnya nanti diakhirat
Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselesaikanya
makalah ini
Kami menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, karena kami pun masih dalam tahap belajar. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Semoga Makalah ini memberikan
manfaat yang besar bagi kita semua.
Samarinda,
19 September 2019
PENULIS
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.......................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.
Tujuan....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori Behavioristik.................................................................... 3
2.
Teori Kognitif........................................................................... 7
3.
Teori Humanistik...................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana
guru (pengajar) dan murid (pembelajar) berinteraksi, membicarakan suatu bahan
atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Dr Oemar
Hamalik mengartikan pembelajaran sebagai “suatu kombinasi yang tersusun,
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur, yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Juga
dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan “upaya mengorganisasi lingkungan untuk
menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik”.
Salah satu unsur penting bagi guru untuk meningkatkan
kualitas dan kompetensi pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah
pemahaman tentang konsep atau teori belajar. Kalau guru memahami bagaimana
individu dapat belajar secara lebih efektif, maka ia dapat membantu peserta
didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal. Kalau guru hanya
menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak didik
belajar, maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang
memuaskan. Untuk tujuan itu, guru perlu terus belajar dari berbagai teori
belajar, dan meninjau secara kritis dan konstruktif manfaatnya dalam pembelajaran.
Dari beberapa
keterangan di atas telah menunjukan betapa pentingnya pemahaman mengenai teori
belajar dan pembelajar agar tercapainya proses belajar mengajar yang akhirnya
berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar siswa atau anak
didik. Karena dorongan itulah maka perlu adanya penjelasan mengenai teori
belajar dan pembelajaran serta pekembangan dan penerapannya dalam proses
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang di maksud dari teori behavioristik dan penerapanya?
2.
Apa yang di maksud dari teori kognitif dan penerapanya?
3.
Apa yang di maksud dari teori humanistik dan penerapanya?
C.
Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui teori behavioristik dan penerapanya
2.
Agar dapat mengetahui teori kognitif dan penerapanya
3.
Agar dapat mengetahui teori humanistik dan penerapanya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori
Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang menyatakan tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut
pula dengan teori koneksionisme.
Watson mendefinisikan belajar
sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon
yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.
Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Clark Hull juga menggunakan variabel
hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus
dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan
tingkah laku juga dikaitkan dengan kondisi biologis.
Diharapkan guru dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan
apa yang harus dipelajari. Guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin
diabaikan oleh anak.
Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang
diterima seseorang tidak sederhana karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut.
Analisis
Teori Behavioristik
Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara dari yang sederhana
sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Aplikasi
Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Siswa dianggap sebagai robot yang hanya menjalankan
perintah guru. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Siswa adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan,
sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
dirinya.
Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada
buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali
isi buku teks/buku wajib tersebut.
Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan
tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
2. Teori Belajar Kognitif
Teori belajar ini disebut sebagai
model perceptual, yaitu melatih siswa untuk mengoptimalkan dalam memahami
terhadap suatu objek. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahamn yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif ini sangat besar
pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia pada
umumnya lebih cenderung kognitif oriented (berorientasi pada
intelektual/kognisi). Sehingga out put pendidikan kaya intelektual tetapi
miskin moral kepribadian.
Menurut Myers kognisi mengacu pada semua aktivitas mental yang berkaitan
dengan berpikir, memahami, dan mengingat.
Menurut dreve kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model
pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan
penalaran.
Aplikasi
Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Pada hakikatnya teori kognitif
adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan praktek yang mengarah
pada kekuatan intelektual peserta didik. Meskipun teori ini memiliki berbagai
kelemahan, namun memiliki juga kelebihan yang harus diperhatikan yaitu
kecerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas
intelektual (kognitif). Konsekuensinya proses pembelajaran harus lebih memberi
ruang yang luas agar siswa mengembangkan kualitas intelektualnya.
3. Teori Belajar Humanistik
Dalam teori
humanistik, proses belajar dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Teori belajar ini lebih banyak
berbicara tentang konep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Teori humanistic bersift sangat
eklektik. Setiap pendekatan belajar memiliki kelemahan maupun kelebihannya,
teori ini akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujunnya tercapai.
Tokoh penting dalam teori belajar
humanistik secara teoritik antara lain yaitu Arthur W. Combs, Abraham
Maslow dan Carl Rogers.
Menurut Arthur Combs
(1912-1999) Belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan anak. Anak tidak bisa matematika
atau bahasa bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa mempelajarinya dan mereka merasa
tidak memiliki alasan penting untuk mempelajarinya.Untuk
itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yangada. Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Mereka menganggap
siswa seperti gelas-gelas kosong yang siap diisi sesuai kehendak gurunya,
Menurut Maslow ,Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada suatu usaha yang
positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di
atasnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak.
Menurut Carl Rogers Guru
menghubungkan pengetahuan akademik kedalam pengetahuan terpakai seperti
mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Menurut Rogers yang
terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.Siswa akan mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.Belajar yang bermakna
dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Implikasi
Teori Belajar Humanistik
Keberhasilan implementasi teori
humanistic dalam belajar harus dilakukan dengan cara menciptakan suasana
pembelajaran yaag menyenangkan, menggairahkan, member kebebasan siswa dalam
memahami dan menganalisis pengalaman atau teori yang dialami dalam kehidupan.
Agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh
dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami eksperemensial (eksperemential
learning).
Pembelajaran menurut teori
humanistic adalah bagaimana seorang guru benar-benar mampu memahami perbedaan
dan memposisikan siswa sebagai kelompok yang harus dibimbing dan dikembangkan
semua potensinya. Indikasi keberhasilan atau kualitas pembelajaran dilihat dari
kemampuan peserta didik untuk melakukan sosialisasi kepada sesama manusia. Hal
ini didasarkan atas asumsi bahwa pembelajaran dan pendidikan adalah proses
membimbing agar peserta didik benar-benar bisa menjadi profil manusia yang
ideal dan sempurna.
Aplikasi teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran dapat diartikan
sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar) berinteraksi,
membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan
yang dikehendaki. Salah satu unsur penting
untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi pembelajaran yang
direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori belajar.
Dalam melaksanakan proses
pembelajaran maka, terdapat beberapa teori-teori agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan sebagaimana mestinya. Hal tersebut merupakan suatu pemahaman
mengenai teori belajar dan pembelajar untuk mencapainya proses belajar mengajar
yang akhirnya berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar
siswa atau anak didik.
Dengan kata lain teori
pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses
psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan
antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa.
Teori pembelajaran harus
memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah
teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap
sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori
pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar
sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.
Teori belajar behavioristik menjelaskan perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Sedangkan teori kognivistik ini
lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Dalam teori
humanistik, proses belajar dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
M. Saekhan
Muchith, M.Pd. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL
Media Group.
Hill, F.
Wilfred. 2009. Theories of Learning (Terj. Teori-teori Pembelajaran).
Bandung: Nusa Media.
0 komentar:
Posting Komentar