MAKALAH
SEJARAH KOLONIAL EROPA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK
:
1. Ajie
James Edwin (( 1886206051 )
2. Jelfini
(1886206026 )
3. Elistina
(1886206023 )
4. Antonius
Himang ( 1886206949 )
5. Rolen
(1886206043)
6. Wika
Fradila (1886206037 )
7. Tiana
Anugrah Salsabilla ( 1886206045 )
8. Imakulata
Prisma Desi Luan (1886206009 )
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM
SAMARINDA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya lah sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan lancar dan tepat pada
waktunya. Makalah dari mata kuliah ini berjudul “Sejarah Kolonial Eropa”, yaitu
membahas tentang perkembangan sistem demokrasi di Indonesia.
Kami menyadari
bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya kami ini
tidak luput dari kekurangan baik dari segi isi maupun penulisan kata. Maka dari
itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari anda semua
demi untuk memperbaiki makalah kami di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pembaca.
Samarinda, 15 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ...........................................................................................................
KATA
PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR
ISI ........................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar
Belakang ..........................................................................................................
B. Rumusan
Masalah .....................................................................................................
C. Tujuan
.......................................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN .....................................................................................................
A. Awal
Kedatangan Kolonial Eropa.............................................................................
B. Perkembangan
Masyarakat pada Masa Kolonial Eropa.............................................
C. Perkembangan
Kebudayaan Pada Masa Kolonial Eropa...........................................
D. Perkembangan
Pemerintah Kolonial Eropa................................................................
E. Mempertahankan
Perjuangan Kemerdekaan..............................................................
BAB
III PENUTUP .............................................................................................................
A. Kesimpulan
...............................................................................................................
B. Saran
.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses kolonialisme
bangsa-bangsa Barat terhadap Dunia Timur berlangsung semenjak abad ke-15. Saat
itu, kebutuhan akan rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh bangsa-bangsa
Barat mendorong pencarian daerah-daerah penghasil rempah-rempah. Kedatangan
mereka pada awalnya hanya untuk berdagang, tetapi perkembangan berikutnya
mereka berusaha menguasai daerah-daerah strategis di Indonesia, baik secara
ekonomis maupun politis. Terjadilah kolonialisme dan imperialisme Eropa di
Indonesia.
Ada beberapa negara di Eropa yang
berlayar mencari rempah-rempah kearah utara dan ada beberapa yang berlayar
menuju timur. Terdapat beberapa faktor yang mendorong bangsa Eropa pergi ke
dunia Timur, antara lain sebagai berikut :
1. Dikuasainya
rute dan pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah oleh orang-orang Islam.
2. Adanya
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan ditemukan peta dan
kompas yang sangat penting bagi pelayaran.
3. Adanya
keinginan untuk mendapatkan rempah-rempah dari daerah asal sehingga harganya
lebih murah dan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
4. Adanya
keinginan untuk melanjutkan Perang Salib dan menyebarkan agama Nasrani ke
daerah-daerah yang dikunjungi.
5. Adanya
jiwa petualangan sehingga menggugah semangat untuk melakukan penjelajahan
samudra.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
awal kedatangan kolonial eropa ?
2. Bagaimana
perkembangan masyarakat pada masa kolonial eropa ?
3. Apa
perkembangan kebudayaan pada masa kolonial eropa ?
4. Apa
perkembangan pemerintah kolonial eropa ?
5. Bagaimana
mempertahankan perjuangan kemerdekaan ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui awal kedatang kolonial eropa.
2. Untuk
mengetahui perkembangan masyarakat pada masa kolonial eropa.
3. Memahami
perkembangan kebudayaan pada masa kolonial eropa.
4. Memahami
perkembangan pemerintah kolonial eropa.
5. Untuk
mengetahui mempertahankan perjuangan kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal
Kedatangan Kolonial Eropa
Proses kolonialisme dan
imperialisme yang terjadi di Asia, khususnya di Indonesia dipelopori oleh oleh
Portugis dan Spanyol, disusul oleh Belanda, Inggris, dan Perancis.
Negara-negara tersebut mengirimkan para penjelajahnya untuk mengarungi samudera
dan mencari jalan menuju ke Dunia Timur yang terkenal itu.
Secara umum, kedatangan bangsa Eropa ke Asia termasuk ke
Indonesia dilandasi keinginan mereka untuk berdagang, menyalurkan jiwa
penjelajah, dan menyebarkan agama. Adapun sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia
Timur adalah sebagai berikut:
1.
Mencari kekayaan termasuk berdagang (Gold)
2.
Mencari kemuliaan bangsa (Glory)
3.
Menyebarkan agama (Gospel)
Sejak abad ke-3, rempah-rempah memang merupakan bahan
dagang yang sangat menguntungkan. Hal ini mendorong orang-orang Eropa berusaha
mencari harta kekayaan ini sekalipun menjelajah semudera. Keinginan ini
diperkuat dengan adanya jiwa penjelajah. Bangsa Eropa dikenal sebagai bangsa
penjelajah, terutama untuk menemukan daerah-daerah baru. Mereka berlomba-lomba
meninggalkan Eropa. Mereka yakin bahwa jika berlayar ke satu arah, maka mereka
akan kembali ke tempat semula. Selain itu, orang-orang Eropa terutama Protugis
dan Spanyol yakin bahwa di luar Eropa ada Prestor John (kerajaan dan
penduduknya beragama Kristen). Oleh karena itu, mereka berani berlayar jauh.
Mereka yakin akan bertemu dengan orang-orang seagama.
Pada awalnya, tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia
hanya untuk membeli rempah-rempah dari para petani Indonesia. Namun, dengan
semakin meningkatnya kebutuhan industri di Eropa akan rempah-rempah, mereka
kemudian mengklaim daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah
kekuasaannya. Di tempat-tempat ini, bangsa Eropa memonopoli perdagangan
rempah-rempah dan mengeruk kekayaan alam sebanyak mungkin. Dengan memonopoli
perdagangan rempah-rempah, bangsa Eropa menjadi satu-satunya pembeli
bahan-bahan ini. Akibatnya, harga bahan-bahan ini pun sangat ditentukan oleh
mereka. Untuk memperoleh hak monopoli perdagangan ini, bangsa Eropa tidak
jarang melakukan pemaksaan. Penguasaan sering dilakukan terhadap para penguasa
setempat melalui suatu perjanjian yang umumnya menguntungkan bangsa
Eropa. Selain itu, mereka selalu turut campur dalam urusan
politik suatu daerah. Bangsa Eropa tidak jarang mengadu domba berbagai kelompok
masyarakat dan kemudian mendukung salah satunya. Dengan cara seperti ini,
mereka dengan mudah dapat mempengaruhi penguasa untuk memberikan hak-hak
istimewa dalam berdagang.
B.
Perkembangan
Masyarakat Pada Masa Kolonial Eropa
Pengertian masyarakat kolonial adalah
merupakan masyarakat yang melakukan pengembangan kekuasaan sebuah negara
terhadap wilayah dan juga manusia di luar batas negaranya, yang seringkali
mempunyai tujuan untuk mencari dominasi di bidang ekonomi dari sumber daya,
tenaga kerja, dan juga pasar wilayah. Kekayaan alam Indonesia terutama hasil
rempah-rempahnya ternyata membuat bangsa Eropa tertarik untuk datang ke kawasan
Nusantara. Awalnya kedatangan mereka adalah berdagang, namun lama kelamaan
mereka memiliki ambisi untuk memonopoli dan menguasai semua perdagangan dan
kekayaan yang ada di Nusantara. Kedatangan dari orang-orang Eropa pada akhirnya
memunculkan adanya penderitaan dan kesengsaraan terhadap masyarakat Indonesia.
Berikut gambaran mengenai kehidupan
masyarakat indonesia pada masa kolonial. Dilihat dari awal kedatangan sampai penguasaan bangsa Eropa di
Indonesia yang begitu panjang (abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-20),
secara langsung atau tidak langsung Kolonial Eropa telah memengaruhi
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan masyarakat itu antara
lain sebagai berikut.
1.
Pengolongan
masyarakat Indonesia
Masyarakat
Indonesia pada masa Kolonial Eropa dibedakan dalam beberapa golongan atau garis
warna. Garis warna atau perbedaan warna kulit pada tanah jajahan sangat ketat
diberlakukan oleh Kolonial Eropa. Pemerintah Kolonial Belanda umpamanya membagi
golongan sosial di Indonesia berdasarkan kepada hukum dan keturunan atau status
sosial.
1.
Pembagian masyarakat menurut hukum Belanda, terdiri atas:
a. golongan Eropa;
b. golongan Indo;
c. golongan Timur Asing;
d. golongan Bumiputera.
2. Pembagian masyarakat
menurut keturunan atau status sosial, terdiri atas:
a. golongan bangsawan
(aristokrat);
b. pemimpin adat;
c. pemimpin agama;
d. rakyat biasa.
Berdasarkan
golongan sosial tersebut, orang-orang Eropa dianggap sebagai ras tertinggi,
kedua orang-orang Indo (turunan pribumi dan Eropa), ketiga orang-orang
keturunan Timur Asing (Cina), dan terakhir orang-orang pribumi (Indonesia).
Posisi Indonesia yang berada pada urutan paling bawah masih juga dibedakan.
Kedudukan seseorang pribumi tersebut dalam perkembangannya dibedakan pada aspek
keturunan, pekerjaan, dan pendidikan. Pembagian kelas tersebut sebenarnya untuk
menunjukan pada kaum pribumi bahwa bangsa kulit putih kedudukannya jauh lebih
tinggi dari kulit berwarna.
C. Perkembangan Kebudayaan
Bangsa-bangsa
Eropa yang pernah datang dan berkuasa di Indonesia sedikit banyak memberikan
pengaruh pada perkembangan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan asli Indonesia
selanjutnya ada yang dipengaruhi, baik melalui difusi, asimilasi, dan
akulturasi. Kebudayaan itu selanjutnya berkembang dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Berikut ini bentuk-bentuk peninggalan Kolonial yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.
1.
Penyebaran
agama kristiani
Indonesia adalah untuk menyebarkan agama Nasrani di setiap wilayah
yang didatangi. Tidak mengherankan jika dalam setiap pelayarannya selalu
membawa para pendeta atau penyebar agama Nasrani.
Penyebar agama Katolik dibawa oleh misi Zending Portugis
sedangkan Nasrani Protestan di bawa oleh misionaris Belanda. Adapun daerah yang
dipengaruhi Portugis, antara lain Ambon, Ternate, dan Halmahera juga di
Sulawesi Selatan. Agama Khatolik menyebar ke Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan
kepulauan Sangihe-Talaud.
Sejak Portugis terusir
dari kota Ambon dan menetap di Timor Timur. Pengaruh agama Katolik berkembang
juga di Flores bagian timur, Pulau Solor, dan pulau-pulau kecil lainnya di Nusa
Tenggara Timur. Daerah misionaris Belanda di antaranya meliputi: Maluku,
Kalimantan, Minahasa, Tana toraja, Sangihe-Talaud, Tanah Batak, Nusa tenggara
Timur, dan Papua. Sedang agama katolik meliputi daerah Minahasa, Kalimantan
Barat, Timor, Flores, Maluku Selatan, Malang, Muntilan, Salatiga, dan Batavia.
Sekarang penyebaran agama Nasrani telah masuk hampir ke seluruh pelosok
Indonesia.
2.
Pendidikan
Dengan semakin meluasnya kekuasaan kolonial di Indonesia,
Pemerintah Kolonial Eropa perlu memanfaatkan potensi masyarakat Indonesia. Hal
tersebut dilakukan untuk mempertahankan dan menjalankan struktur dan tugasnya
yang semakin luas dan banyak. Kebutuhan akan tenaga kerja manusia yang
profesional, setidaknya tenaga kerja yang bisa membaca dan menulis semakin
banya diperlukan. Perkembangan pendidikan semakin diperkuat keberadaannya setelah
ada tuntutan perbaikan nasib bangsa terjajah oleh golongan humanis dari negeri
Belanda. Atas dorongan dan desakan mereka, Pemerintah Kolonial membuka
pendidikan bagi kaum pribumi.
3.
Monetisasi(pengenalan
nilai mata uang)
Masuknya pengusaha asing yang menanamkan modalnya pada
perkebunan-perkebunan Indonesia dipandang sebagai zaman liberal. Pada zaman
inilah terjadi penetrasi yang memberikan dampak positif dan negatif bagi
kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Penetrasi pada bidang ekonomi adalah
terjadinya pengenalan nilai mata uang (monetisasi). Penetrasi berupa pengenalan
nilai mata uang pada masyarakat Indonesia ini memang bukan suatu hal yang baru,
namun pada zaman liberal ini mengalami perkembangannya yang pesat. Hal itu
dapat dilihat dari proses transaksi dalam bentuk penyewaan tanah milik penduduk
yang akan dijadikan perkebunan-perkebunan besar dibayar dengan uang. Selain
itu, petani di Jawa yang bekerja sebagai buruh harian atau buruh musiman pada
perkebunan-perkebunan besar dibayar pula dengan uang.
4.
Komersialisasi
ekonomi
Masuknya sistem ekonomi terbuka telah memaksa komersialisasi
ekonomi, monetisasi, dan industrialisasi dalam kehidupan masyarakat, baik di
pedesaan maupun di perkotaan. Komersialisasi ekonomi terutama terjadi seiring
dengan semakin melimpahnya hasil-hasil perkebunan besar, seperti kopi, teh,
gula, kopi, kapas, dan kina.
Hasil-hasil perkebunan tersebut dari waktu ke waktu semakin
menguntungkan karena semakin ramai diperdagangkan pada pasar internasional.
Kondisi demikian semakin mendorong semangat para pengusaha dan penanam modal
dari berbagai negara, baik Belanda maupun Eropa lainnya untuk membuka berbagai
lahan bisnisnya di Indonesia. Penanaman modal semakin dikembangkan, tidak hanya
terbatas pada sektor perkebunan, tetapi meningkat pada industri-industri atau
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam pengolahan bahan hasil-hasil
perkebunan, seperti industri gula, kina, dan tekstil. Pada perkembangan
selanjutnya, arus barang yang keluar dan masuk ke Indonesia semakin ramai dan
beraneka ragam. Dengan demikian, zaman liberal telah membawa kehidupan ekonomi
Indonesia yang tradisional ke arah komersialisasi ekonomi.
5.
Pembangunan
gedung-gedung
Kolonial
Eropa banyak meninggalkan sisa-sisa peninggalan bangunan. Bangunan itu ada yang
masih utuh atau telah rusak dan ada juga yang sampai sekarang masih digunakan
oleh masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Gedung-gedung itu memiliki gaya
arsitektur yang khas dan memiliki nilai sejarah. Gedung-gedung itu antara lain,
gedung sekolah, gedung pemerintahan, rumah sakit, museum, dan lain-lain.
Misalnya di Bandung ada gedung SMAN 3 yang memiliki ciri khas kolonial dan
ternyata gedung itu dulunya bernama Hogere Burger School (HBS), Institut
Teknologi Bandung (ITB) dulunya bernama Technische Hoogeschool, Di
Serang ada gedung Osvia (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), di
Jakarta ada ”Gymnasium Willem III” sekolah lanjutan pertama untuk
golongan Eropa, Di Menado ada De Scholen der Tweede Klasse (sekolah
kelas dua), di Tondano ada Hoofdenschool (Sekolah Raja pertama untuk
anak dari golongan bangsawan). Selain gedung-gedung tersebut, masih banyak lagi
sisa-sisa gedung peninggalan kolonal yang tersebar di berbagai pelosok tanah
air yang sekarang dipakai untuk gedung pemerintahan, rumah sakit, olah raga,
dan lain-lain.
6.
Dalam
bidang kesenian
Dalam bidang kesenian, pengaruh kolonial yang masuk dan berkembang
adalah lagu keroncong. Jenis lagu ini ternyata dibawa oleh orang-orang
Portugis. Sekarang jenis lagu ini banyak diminati kaum muda maupun tua.
D. Perkembangan Pemerintah
Kolonial Eropa
Banyak perubahan yang
terjadi di masyarakat Indonesia setelah kedatangan bangsa Eropa. Pada bidang
politik terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan kerajaan. Sebelum
kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, sistem pemerintahan, struktur birokrasi,
dan sistem hukum yang berlaku adalah sistem “pemerintahan tradisional” yang
berbentuk kesultanan atau kerajaan.
Sejak Kolonial menanamkan
kekuasaannya di Indonesia, kekuasaan pribumi tradisional yang berada dibawah
seorang raja atau sultan sedikit demi sedikit mulai dihapus dan akhirnya hilang
sama sekali. Kekuasaan mulai berganti kepada tangan Kolonial. Raja-raja
diangkat dan diberhentikan berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintahan Kolonial. Setiap penguasa lokal yang diangkat dan diberhentikan
oleh Kolonial pada dasarnya telah terikat oleh kontrak politik yang menyatakan
bahwa daerah yang mereka kuasai harus diakui sebagai bagian dari kekuasaan
Kolonial Belanda.
Abad ke-19 sampai
pertengahan abad ke-20, Indonesia sudah dikuasai pemerintahan kolonial Belanda.
Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang dijalankan adalah sistem pemerintahan
kolonial Hindia Belanda. Kekuasaan tertinggi dipegang dan diatur oleh
pemerintahan Kerajaan Belanda. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu
Pemerintah Hindia Belanda banyak menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam
pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas ke bawah, Belanda membentuk bentuk
pemerintah, yaitu:
1.
Pemerintahan
zelfbestuur, yaitu kerajaan yang berada di luar struktur pemerintahan
kolonial.
2.
Pemerintahan
yang dipegang oleh orang-orang Belanda di dalam negara jajahan disebut dengan Binenland
Bestuur (BB), antara lain Gubernur Jenderal, Residen, Asisten Residen, dan Controleur
3.
Pemerintahan
yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan Pangreh Praja (PP).
Pejabat yang duduk dalam PP adalah Bupati, Patih, Wedana, dan Asisten Wedana.
Berikut ini
perkembangan pemerintahan Kolonial Eropa di Indonesia pada abad ke-16 sampai
pertengahan abad ke-20.
a.
Pemerintahan
portugis
Bangsa
Portugis yang datang ke Indonesia dipimpin oleh Alfonso d’ Albuquerque. Ia pada
tahun 1511 berhasil menguasai Kerajaan Malaka. Kekuasaan Portugis mengalami
perkembangan yang pesat setelah menguasai Malaka. Mereka selanjutnya memperluas
kekuasaan ke daerah-daerah lainnya di Indonesia. Selain itu orang Portugis
biasanya mampu berbaur dengan masyarakat setempat seperti menikahi perempuan
pribumi. Ketika terjadi perselisihan di Maluku antara Hitu dan Seram, Portugis
memihak Hitu sehingga Portugis diterima di sana. Cara yang dilakukan Portugis
di Hitu juga diterapkan ketika datang ke Ternate, mereka diterima baik oleh
kerajaan Ternate untuk menghadapi Tidore. Ketika berhasil mengalahkan Tidore
yang dibantu pihak Spanyol, Portugis meminta imbalan untuk memonopoli perdagangan
cengkeh Keadaan itu menyebabkan rakyat Ternate tidak menyukai orang-orang
Portugis. Mereka berusaha untuk membebaskan diri dari kekuasaan Portugis.
b.
Pemerintahan
Belanda
Tujuan
awal kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang dan mencari
keuntungan dari berdagang rempah-rempah. Sejak Lisabon dikuasai oleh Spanyol,
Belanda tidak dapat lagi membeli dan menyalurkan rempah-rempah ke negerinya
ataupun ke negara Eropa lainnya. VOC singkatan dari Vereenigde Oost Indische
Compagnie atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur. Kemudian, diangkatlah
seorang pimpinan berpangkat gubernur jenderal untuk memperlancar kegiatannya.
Gubernur jenderal pertama adalah Pieter Both. Beberapa hak istimewa disebut hak
octrooi yang diberikan Pemerintah Belanda kepada VOC, antara lain:
1.
hak monopoli perdagangan;
2.
hak memiliki tentara sendiri;
3.
hak menguasai dan mengikat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di daerah yang
dikuasai;
4.
hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri;
5.
hak mengumumkan perang dengan negara lain
6.
hak memungut pajak;
7. hak
mengadakan pemerintahan sendiri.
c. Pemerintahan perancis
Louis Napoleon, adik Kaisar Napoleon
dari Perancis yang telah diangkat sebagai Raja Belanda, pada tahun 1808
mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Tugas
utama Daendels adalah mempertahankan Indonesia, khususnya pulau Jawa agar tidak
jatuh ke tangan Inggris. Untuk keperluan tersebut, Daendels membangun jalan
raya dari Anyar sampai Panarukan yang panjangnya lebih-kurang 1.100 km, dan
membangun pangkalan armada di Ujungkulon. Agar pembangunan berjalan cepat dan
murah, Daendels menerapkan rodi atau sistem kerja paksa. Rakyat dipaksa bekerja
keras tanpa istirahat dan makanan yang cukup, serta tanpa upah. Daendels juga
tidak memperhatikan kesehatan pekerja sehingga banyak pekerja yang meninggal
dunia, akibat kelaparan dan kesehatan yang buruk.
Pada tahun 1811, Daendels dipanggil
pulang dan kedudukannya digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Ia kurang
cakap dan lemah, sehingga langsung menyerah ketika Hindia Belanda diserang
Inggris. Janssens menandatangani perjanjian yang menyatakan penyerahan
kekuasaan Belanda atas Indonesia kepada Inggris. Perjanjian itu dilakukan di
Tuntang dekat Salatiga sehingga dikenal dengan nama “Perjanjian Tuntang”.
d.
Pemerintahan
Inggris
Perhatian
Inggris atas Indonesia sebenarnya sudah dimulai ketika pada tahun 1579
penjelajah Francis Drake singgah di Ternate, Maluku. Untuk mengadakan hubungan
dagang dengan kepulauan rempah-rempah di Asia, Inggris membentuk EIC (East
Indies Company). Pada tahun 1602 armadanya sampai di Banten dan mendirikan
loji di sana. Pada tahun 1604, dibuka perdagangan dengan Ambon dan Banda. Pada
1609, Inggria mendirikan pos di Sukadana (Kalimantan). Pada 1613, Inggris
berdagang dengan Makasar, dan pada tahun 1614, Inggris mendirikan loji di
Batavia.
Sebagai
kepala pemerintahan di Indonesia, Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles
dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal. Pemerintahan Raffles ini sekaligus
untuk mewakili Lord Minto, Gubernur EIC di India. Pada masa pemerintahannya,
Raffles menjalankan kebijakan-kebijakan sebagai berikut.
1.
Jenis
penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan kecuali di Priangan (Prianger
Stelsel) dan Jawa Tengah
2.
Rakyat
diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman tanpa unsur paksaan.
3.
Bupati
sebagai pemungut pajak dihapuskan, dan penggantinya diangkat menjadi pegawai
pemerintah.
4.
Pemerintah
kolonial adalah pemilik tanah dan petani sebagai penggarap (penyewa) milik
pemerintah.
E. Mempertahankan
Perjuangan Kemerdekaan
a.
Perjuangan fisik
dalam mempertahankan kemerdekaan
Pada tanggal 8 September 1945 tentara sekutu tiba di
Indonesia. Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia disambut baik oleh
rakyat. Tujuan mereka, yaitu melucuti senjata tentara Jepang, membebaskan
tawanan Jepang, dan mencari penjahat perang. Namun, kedatangan tentara Sekutu
diboncengi orang-orang Belanda. Belanda datang kembali ke Indonesia untuk
membuat pemerintahan sipil yang disebut NICA (Netherland Indies Civil
Administration). Tindakan tersebut mendapat perlawanan dari para
pejuang Indonesia.
1.
Pertempuran 10 November
Tentara Sekutu
(Inggris) pertama kali mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Pendaratan
ini dipimpin Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Dua hari kemudian
tentara Inggris menyerbu penjara republik untuk membebaskan perwira-perwira
Sekutu. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pos-pos Sekutu di seluruh kota Surabaya
diserang oleh rakyat Indonesia. Dalam berbagai serangan itu, pasukan Sekutu
terjepit. Pada tanggal 29 Oktober 1945, para pemuda dapat menguasai
tempat-tempat yang telah dikuasai Sekutu.
Pada tanggal 30
Oktober 1945 terjadi pertempuran di gedung Bank International, tepatnya di
Jembatan Merah. Dalam peristiwa itu, Brigjen Mallaby tewas. Menanggapi
peristiwa ini, pada tanggal 9 November 1945,. Batas waktu ultimatum tersebut
adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika sampai batas waktunya tidak
menyerahkan senjata, maka Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara”.
Batas waktu itu tidak
diindahkan rakyat Surabaya. Oleh karena itu, pecahlah pertempuran
Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Salah satu pemimpin arek-arek Surabaya,
antara adalah Bung Tomo. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya itu,
pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan\
2.
Pertempuran Bandung Lautan Api
Tentara Sekutu memasuki Kota Bandung
pada Oktober 1945. Tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar para
pemuda menyerahkan senjata yang dirampas dari tangan Jepang. Ultimatum tersebut
tidak diindahkan oleh para pemuda. Pada 23 Maret 1946, pasukan Sekutu
mengeluarkan ultimatum kedua. Isinya agar Kota Bandung bagian selatan segera
dikosongkan. Para pejuang yang dipimpin Kolonel A.H. Nasution
sepakat untuk mematuhi ultimatum demi keselamatan rakyat dan kepentingan
politik pemerintah RI.
Sebelum meninggalkan
Kota Bandung, para pejuang membumi hanguskan Kota Bandung. Pada malam hari 23
Maret 1946, gedung-gedung penting dibakar. Peristiwa tersebut dikenal dengan
"Bandung Lautan Api". Dalam peristiwa tersebut, gugur seorang pejuang
Mohammad Toha.
3.
Pertempuran medan area
Pasukan Inggris di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mulai mendarat di Medan (Sumatera
Utara) pada tanggal 9 Oktober 1945. Para pemuda dipelopori oleh Achmad Tahir,
seorang mantan perwira Tentara Sukarela (Giyugun) membentuk Barisan
Pemuda Indonesia.
Pada tanggal 13
Oktober 1945 terjadi insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan. Seorang
anggota NICA menginjak-injak bendera merah putih yang dirampas dari seorang
pemuda. Pada tanggal 1 Desember 1945 pihak Inggris memasang papan-papan
pengumuman bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area.” Dengan cara itu, Inggris
menetapkan secara sepihak batas-batas kekuasaan mereka. Sejak saat itulah
dikenal istilah Pertempuran Medan Area.
4.
Pertempuran Ambarawa
“Pertempuran Ambarawa”
diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal
Bethel di Semarang. Pada tanggal 21 November 1945 terjadi
pertempuran, dalam pertempuran itu, Letnan Kolonel Isdiman gugur.
Pimpinan pasukan kemudian dipegang oleh Kolonel Sudirman, Panglima Divisi
Banyumas.
Pada 12
sampai 15 Desember 1945 terjadi pertempuran hebat yang dikenal
dengan sebutan Palagan Ambarawa. Dalam pertempuran ini Sekutu dapat diusir ari
Ambarawa. Peristiwa ini diabadikan oleh pemerintah dengan
dibangunnya Untuk mengenang peristiwa ini, dibuatlah Monumen Palagan
Ambarawa. Pada 15 Desember dijadikan sebagai Hari Infanteri.
5.
Perang Puputan di
Bali
Perang Puputan di Bali
dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya, Ciung
Wanara. Pertempuran ini dimulai April 1946 di Denpasar. Mereka bertahan di Desa
Marga. Di daerah ini pasukan I Gusti Ngurah Rai mengadakan perang habis-habisan
(Puputan). Akhirnya I Gusti Ngurah Rai dan sebagian besar pasukannya meninggal.
Perang ini juga disebut pertempuran Margarana (18 November 1946).
b.
Perjuangan diplomasi
dalam rangka mempertahankan kemerdekaan
1.
Perundingan Linggarjati
Dalam upaya perdamaian, Inggris
mempertemukan Belanda dan Indonesia di Linggajati, sebelah Selatan Cirebon
(sekarang Kabupaten Kuningan), Jawa Barat. Dalam perundingan ini Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, Belanda diwakili
oleh Van Mook.
Hasil perundingan ditandatangani
pada 25 Maret 1947. Isinya sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui wilayah
Indonesia secara de facto yang meliputi Sumatra, Jawa, dan
Madura.
(2) Republik Indonesia
bersama Belanda bekerja sama membentuk negara Republik Indonesia
Serikat (RIS).
(3) Bersama-sama membentuk
Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
2.
Agresi Militer
Belanda I
Pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan
militer yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I. TNI
melawan serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik gerilya. TNI
berhasil membatasi gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja dan di jalan
raya.
Untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda,
pihak PBB membentuk Komisi yang dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN).
Tugas KTN adalah menghentikan sengketa RI-Belanda. Indonesia
diwakili oleh Australia, Belanda diwakili oleh Belgia, dan Amerika Serikat
sebagai penengah. Adapun delegasinya adalah sebagai berikut!
a. Australia,
diwaktli oleh Richard Kirby
b. Belgia,
diwakili oleh Paul Van Zeland
c. Amerik.a
Serikat, diwakili oleh Dr. Frank Graham.
3.
Perjanjian Renville
Pada tanggal 8 Desember 1948 di atas kapal
Amerika Serikat "USS Renville" yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta
diadakan perjanjian Renville. Dalam perundingan itu Negara Indonesia, Belanda,
dan masing-masing anggota KTN diwakili oleh sebuah delegasi.
1) Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2) Delegasi
Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3) Delegasi
Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4) Delegasi
Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5) Delegasi
Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Perjanjian Renville sangat merugikan pihak
Indonesia karena wilayahnya makin sempit. Isi perjanjian Renville, antara lain
sebagai berikut.
(1) Belanda tetap berdaulat
atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat
(RIS).
(2) Sebelum RIS dibentuk,
Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
(3) RIS mempunyai kedudukan
sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
(4) Republik Indonesia
merupakan bagian dari RIS.
4.
Agresi Militer
Belanda II
Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah
pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi oleh
Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda mengadakan Agresi Militer
II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda dapat menguasai
Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad
Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat
lewat radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara. Isinya agar membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigade X mengadakan
serangan umum ke Yogyakarta. Penyerangan ini dipimpin Letkol.
Soeharto. Serangan ini memakai sandi "Janur Kuning". Serangan ini
dikenal juga dengan "Serangan Umum 1 Maret". Dalam penyerangan ini
Tentara Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota
Yogyakarta selama 6 jam.
c.
Perundingan dalam
usaha pengakuan kedaulatan
Indonesia telah beberapa kali mengadakan
perundingan dengan Belanda. Namun, perjanjian itu selalu dilanggar oleh
Belanda. Selanjutnya, komisi PBB untuk Indonesia atau UNCI (United Nations
Comission for Indonesia) mempertemukan kembali Belanda dengan Indonesia di meja
perundingan.
1.
Perjanjian
Roem-Royen
Perjanjian Roem-Royen ditandatangani di
Jakarta pada 7 Mei 1949. Pihak Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem dengan
anggota Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Belanda
diwakili oleh Dr. Van Royen. Isi perjanjian Roem-Royen sebagai
berikut.
(1) Penghentian
tembak-menembak antara Indonesia dan Belanda.
(2) Pengembalian pemerintah
Republik Indonesia ke Yogyakarta.
(3) Pembebasan para pemimpin
RI yang ditahan Belanda.
(4) Segera mengadakan
Konferensi Meja Bundar di Den Hag, Belanda.
2.
Konferensi Inter-Indonesia
(KII)
KII diadakan oleh bangsa Indonesia sendiri,
yaitu antara delegasi RI dan BFO (Bijeen komstvoor Federal Overleg). Dalam
konferensi ini delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta. BFO dipimpin
oleh Sultan Hamid II. Tujuan konferensi ini untuk mempersatukan
pendapatan yang akan diperjuangkan dalam KMB.
3.
Konferensi Meja
Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan pada
12 Agustus hingga 2
November 1949 di Den Haag, Belanda. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi Negara Federal atau BFO
dipimpin oleh Sultan Hamid II. Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. van
Maarseveen. Dari UNCI sebagai pengawas dan penengah diwakili oleh
Chritchley. Hasil perjanjian KMB sebagai berikut.
1) Dibentuknya
Negara Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada
RIS pada akhir Desember 1949.
2) Akan
dibentuk Uni Indonesia-Belanda.
3) Irian
Barat akan diserahkan kepada RIS setahun setelah penyerahan
kedaulatan oleh belanda
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Proses kedatangan bangsa Eropa di berbagai daerah di Indonesia
tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang terjadi
di Eropa. Keadaan itu antara lain terputusnya hubungan dagang antara Eropa dan
Asia setelah Kota Konstantinopel dikuasai oleh Turki Usmani pada tahun 1453.
Keadaan lain berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, keinginan untuk
mengadakan petualangan, dan keinginan untuk menyebarkan agama Nasrani.
Sedangkan kebutuhan vitalnya adalah mencari rempah-rempah langsung ke
sumbernya. Para penjelajah bangsa Eropa
yang datang ke Indonesia dipelopori oleh Portugis dan Spanyol, kemudian diikuti
bangsa-bangsa Eropa lainya seperti Belanda dan Inggris.
B.
Saran
Masyarakat Indonesia harus lebih berhati-hati terhadap masyarakat
Internasional. Masyarakat harus pandai-pandai dalam mengelolah Negara sendiri
agar tidak mudah dijajah Negara tetangga. Terutama pemuda-pemudi Indonesia
harus selalu menjaga dan mempertahankan Indonesia jangan sampai Indonesia
terjajah lagi oleh negara lain, apalagi sampai mengalami hal yang serupa
(sistem tanam paksa) serta perlunya pemerintah untuk menjaga bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kartonagoro,Soewidji. 1975. Belajar Membaca Sejarah Nasional Indonesia.
PN Balai Pustaka:Jakarta.
Notosusanto,Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia IV . PN Balai Pustaka:Jakarta
Nasution,
S., Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995
0 komentar:
Posting Komentar