MAKALAH
“HUBUNGAN SISTEM PENDIDIKAN DALAM
MASYARAKAT”
Disusun
Oleh :
DEBI
FITRI ARZA (NPM : 1886206057)
NOPRI
YANTI (NPM : 1886206030)
SUARDI
(NPM : 1886206054)
TATIT
ALMA PUTRI (NPM : 1886206056)
TIANA
ANUGRAH SALSABILLA (NPM : 1886206045 )
VERA
RAHMAWATI (NPM : 1886206013 )
WINDI
NUR SAFITRI (NPM : 1886206003 )
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN
AJARAN 2018/2019
UNIVERSITAS
WIDYA GAMA MAHAKAM SAMARINDA
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “HUBUNGAN SISTEM PENDIDIKAN DENGAN MASYARAKAT”
Tugas
ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi dan Antropologi. Dan
kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Tuhan
Yang Maha Esa, karena penyertaan dan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
2. Berterima
kasih juga kepada orang tua yang telah membantu dan memenuhi kebutuhan kami
maupun berbentuk materi, perhatian, nasihat, motivasi dan kasih sayang. Karena
tanpa bantuan dari mereka kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini.
3. Berterima
kasih juga kepada ibu Ratna Khairunnisa, S.Pd, M.Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah Sosiologi dan
Antropologi.
4. Berterima
kasih juga kepada pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu persatu yang turut
baik dalam membantu kelancaran dan penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berisi uraian mengenai
materi dengan tema “HUBUNGAN SISTEM PENDIDIKAN DENGAN MASYARAKAT“. Kami
berharap makalah ini dapat memberikan tambahan informasi kepada pembaca. Kami
juga berharap makalah ini dapat menjadi bahan referensi dan acuan dalam
penyusunan tulisan dengan topik yang
relevan.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik
dalam isi maupun sistematis nya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan
dan wawasan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini.
|
Samarinda,
7 Februari 2019
Penyusun
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
................................................................................................................. 1
Daftar isi
............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................................ 3
A. Latar
belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan
Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan
Masalah ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
.................................................................................................. 6
A. Pengertian sistem
.................................................................................................... 6
B. Pendidikan sebagai sebuah sistem .......................................................................... 7
C. Komponen sistem pendidikan ................................................................................ 7
D. Peranan pendidikan dalam masyarakat ................................................................. 11
E. Fungsi sekolah dalam masyarakat ......................................................................... 16
F. Jenis-jenis kegiatan hubungan lembaga pendidikan dengan
masyarakat .............. 17
G. Peningkatan dan pendayagunaan partisipasi masyarakat
terhadap
pendidikan.............................................................................................. 19
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
.................................................................... ....... 21
A. Simpulan
............................................................................................................... 21
B. Saran
..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sistem
pendidikan Indonesia yang telah di bagun
dari dulu sampai sekarang ini, teryata masih belum mampu sepenuhnya menjawab
kebutuhan dan tantangan global untuk masa yang akan datang, Program pemerataan
dan peningkatan kulitas pendidikan yang selama ini menjadi fokus pembinaan
masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kualitas
pendidikan di Indonesia masih jauh yang di harapkan, oleh karena itu upaya
untuk membagun SDM yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral
dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, di butuhkanya partisipasi
yang strategis dari berbagai komponen yaitu : Pendidikan awal di keluarga , Kontrol
efektif dari masyarakat, dan pentingnya penerapan sistem pendidikan pendidikan
yang khas dan berkualitas oleh Negara.
Pendekatan
sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan di mana
masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu lembaga
pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat yang
dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan. Menurut Ki Hajar
Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat. Dari ketetapan MPR No. 1/MPR/1988 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan
tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat. Dari dua
penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk
yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang nomor
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan
ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga, lembaga
keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan
pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan
yang lain menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonfonnal. Bentuk-bentuk
pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus keterampilan
yang mempersiapkan tenaga terampil. Bertolak dari penyelenggaraan sistem
pemerintahan yang berupa desentralistik, maka hal ini berdampak pula terhadap
reorintasi Visi dan Misi Pendidikan Nasional yang di dalamnya menyangkut pula
tentang Standar Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional. Yang berimbas pula pada
Prinsip PenyelenggaraanPendidikan, Pendanaaan, dan Strategi Pembangunan
Pendidikan Nasional.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Sistem?
2.
Pendidikan
sebagai sebuah Sistem?
3.
Apa
saja Komponen Sistem Pendidikan?
4.
Peranan
pendidikan dalam masyarakat ?
5.
Apa
Fungsi Sekolah dalam Masyarakat?
6.
Bagaimana
Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat?
7.
Bagaimana Peningkatan dan Pendayagunaan Partisipasi
Masyarakat terhadap pendidikan?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mahasiswa
mampu memahami Pengertian Sistem.
2.
Mahasiswa
mampu memahami Pendidikan sebagai sebuah Sistem.
3.
Mahasiswa
mampu memahami Komponen Sistem Pendidikan.
4.
Mahasiswa
mampu memahami peranan pendidikan dalam masyarakat.
5.
Mahasiswa mampu memahami Apa Fungsi Sekolah dalam
Masyarakat.
6.
Mahasiswa
mampu memahami Bagaimana
Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat.
7.
Mahasiswa mampu memahami Bagaimana Peningkatan dan
Pendayagunaan Partisipasi Masyarakat terhadap pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
SISTEM
Sistem berasal bari bahasa Yunani,
yakni systema yang berarti sehimpunan
bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu
keseluruhan . Istilah sistem merupakan suatu konsep yang bersifat abstrak.
Sistem dapat diartikan sebagai seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling
berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.
Zahara Idris (1987) mengemukakan
bahwa sistem adalah kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau
elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan
fungsional yang teratur, tidak acak, dan saling membantu untuk mencapai suatu
hasil (produk). Sistem dapat pula diartikan sebagai suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan
yang kompleks atau utuh (Amirin: 1992). Mc. Ashan (1983) mendefinisikan sistem
sebagai suatu strategi yang menyeluruh atau terencana dikomposisi oleh suatu
set elemen yang harmonis, mempresentasikan kesatuan unit, masing-masing
mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang
logis. Sementara itu Immegart (1772) menyatakan bahwa esensi sistem merupakan
suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis,
bagian-bagian itu berelasi antara yang satu dengan yang lain, serta peduli
terhadap konteks lingkungannya.
Sebuah sistem memiliki struktur yang
teratur. Sistem memiliki beberapa sub sistem, sub sistem dapat terdiri dari
beberapa sub-sub-sistem, sub-sub-sistem dapat memiliki sub-sub-sub-sistem, dan
seterusnya hingga sampai pada bagian yang tidak dapat dibagi lagi yang disebut
komponen atau elemen. Komponen dapat pula berupa suatu sistem yang menjadi
bagian dari sistem yang berada di atasnya. Komponen-komponen itu mempunyai
fungsi masing-masing (fungsi yang berbeda-beda) dan satu sama lain saling
berkaitan sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua
komponen itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi hingga membentuk
sebuah sistem. Tiap-tiap komponen, baik yang berupa sistem maupun yang berupa
komponen yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, kesemuanya menjalankan fungsinya
masing-masing namun saling berkaitan atau saling berinteraksi satu sama lain
sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup.
Berdasarkan uraian diatas dapat
dikemukakan ciri-ciri umum suatu sistem sebagai berikut:
1.
Sistem merupakan satu kesatuan yang
terstruktur.
2.
Sistem memiliki bagian-bagian yang
tersusun sistematis dan berhierarki.
3.
Bagian-bagian sistem itu berelasi
antara satu dengan lainnya (holistic).
4.
Tiap-tiap bagian system mempunyai
fungsi tertentu dan secara bersama-sama melaksanakan fungsi struktur, yaitu
mencapai tujuan sistem.
B.
PENDIDIKAN
SEBAGAI SEBUAH SISTEM
Kata
pendidikan berasal dari kata “Pedagogi”,
kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi dua kata
yaitu “Paid” yang artinya anak dan “Agagos” yang artinya membimbing. Dengan
demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik
secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya
dan masyarakat.
Jadi, bisa
di simpulkan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem adalah suatu
komponen yang saling berhubungan secara teratur dalam proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengembangkan
potensi di dalam dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
Pendidikan
merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan
menyangkut tiga unusur pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu
sendiri, dan unsur hasil usaha. Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan
sebagai berikut Proses Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Masukan
usaha pendidikan ialah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri yang ada pada
diri peserta didik itu (antara lain bakat, minat, kemampuan, keadaan jasmani,).
Dalam proses pendidikan terkait berbagai hal, seperti pendidik, kurikulum,
gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-lain, sedangkan hasil
pendidikan dapat meliputi hasil belajar (yang berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar mengajar tertentu. Dalam
rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan dari
lembaga pendidikan (sekolah) tertentu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang
mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola
pendidikan, struktur/jenjang.
C. KOMPONEN
SISTEM PENDIDIKAN
Komponen merupakan bagian dari suatu
sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari
sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan
tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya
proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik terdiri dari 7 komponen, yaitu :
1.
Tujuan Pendidikan
Tingkah
laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan.
Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai
pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh
sifat ilmu pendidikan yang normative dan praktis.
a.
Ilmu pengetahuan normatif
Sebagai
ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah,
norma-norma atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan
oleh manusia.
b.
Ilmu pengetahuan praktis
Tugas
pendidikan atau pendidik maupun guru ialah menanamkan sistem-sistem norma
tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang
dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
Tujuan
umum pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu.
Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku
pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
2.
Peserta Didik
Peserta
didik sangat menunjang dalam proses pendidikan, dengan perkembangan konsep
pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan
konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengansumsikan
peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta
didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
3.
Pendidik
Salah satu
komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis
pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas
pada pendidik di sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah
beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam
lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan
pimpinan masyarakat baik formal maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut yang termasuk kategori pendidik
adalah sebagai berikut :
a)
Orang Dewasa
Orang
dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa,
sebagaimana dikemukakan oleh syaifullah yaitu, manusia yang memiliki pandangan
hidup yang pasti dan tetap, manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau
cita-cita hidup tertentu termasuk cita-cita untuk mendidik.
b)
Orang Tua
Kedudukan
orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan
keluarga. Artinya orang tua sebagai pendidik utama dan yang pertama yang
berlandaskan pada hubungan cinta kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di
lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah
berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan.
c)
Pendidik di Sekolah
Guru
sebagai pendidik di sekolah yang secara langsung maupun tidak langsung mendapat
tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu
kedudukan guru sebagai pendidik harus memenuhi persyaratan-persyaratan baik
persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasarkan
pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut,
kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi)
terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan
yang ingin disampaikan maupun cara penyampainnya dan memiliki filsafat
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d)
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin
Keagamaan
Peran pemimpin masyarakat menjadi
pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau
bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagamaan sebagai pendidik
tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia,
yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4.
Metode Pendidikan
Dalam
interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik, yaitu :
a.
Metode Diktatoral
Metode
ini bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembangan manusia
semata-mat ditentukan oleh faktor luar manusia. Metode ini menimbulkan sikap
dictator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
b.
Metode Liberal
Bersumber
dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu
sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar ada pada
diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu
banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Membiarkan anak berkembang
sesuai dengan kodratnya secara bebas.
c.
Metode Demokratis
Bersumber
dari teori konvergen yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung
pada faktor dari dalam dan dari luar. Didalam perkembangan anak kita tidak
boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan
anak. Disini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam
proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
5.
Isi Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang
erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu
disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum
dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan
agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll.
6.
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan
pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi
pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan
adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen
pendidikan yang lain.
7.
Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan
fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya
fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan
lancar sehingga tujuan pendidikan akan
mudah dicapai. Misalnya laboratorium
lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet, dll.
D.
PERANAN
PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT
Sebagian
besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan
kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah
menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan secara besar-besaran untuk
kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional
yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada
orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma
yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya.
Pendidikan
juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan
kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan.
Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak
terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan
negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Berbicara
tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam
pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam
masyarakat. Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga
konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi sosialisasi,
(2) Fungsi kontrolsosial, (3) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat, (4) Fungsi
latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5) Fungsi seleksi dan alokasi, (6)
Fungsi pendidikandan perubahan sosial, (7) Fungsi reproduksi budaya, (8) Fungsi
difusi kultural, (9) Fungsi peningkatan sosial, dan (10) Fungsi modifikasi
sosial. ( Wuradji, 1988, p. 31-42).
Jeane
H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu
sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan
danalokasi, (3) fungsi inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan
kepribadidan sosial (Jeanne H. Ballantine, 1983, p. 5-7).
Meta
Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam
masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2)
nilai-nilai pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi,
(5) latihan jabatan, (6) mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial
(7)membentuk semangat kebangsaan, (8) pengasuh bayi. Dari tiga pendapat
tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara pendapat
yang satu dengan pendapat yang lain.
a.
Fungsi
Sosialisasi.
Di dalam masyarakat pra industri,
generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui
lembaga-lembaga sekolah sepertisekarang ini. Pada masyarakat pra industri
tersebut anak belajar dengan jalanmengikuti atau melibatkan diri dalam
aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati
apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dananak-anak belajar dengan berbuat
atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang
telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada
generasi tua, menyesuai kan diridengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti
pandangannya dan memperolehketerampilan-keterampilan tertentu yang semuanya
diperoleh lewat budayamasyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang
dewasa adalah guru, tempatdi mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat
seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari
permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh
generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya.
Segala sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi
kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang
berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat
stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis. mengakibatkan terjadinya
setiap transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu
menjumpai permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah
melembaga demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya
menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).
Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah
menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara, memiliki jiwa
patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan
tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses
kognitif. Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan
masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan
dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun.
Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan
nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses
sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita
semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi.
Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi
tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang
sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan
masyarakat) agar anak-anak memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya
masyarakatnya.
Willard Waller dalam hubungan ini
menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang
menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardiusand
Parelius, 1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan
sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan
dari masyarakatnya (the old viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini
dan menjadi panutan dan pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan
mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan
kerjakeras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati,
nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hukum
dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling
berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Dalam hubungannya dengan
transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni
Soviet guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab
untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di
antara mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan
untuk hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya
kompetisi penuh di antara siswa-siswa.
b.
Fungsi
kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan
nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga
berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol
sosial. Durheim menjelaskan bahwa pedididikan moral dapat dipergunakan untuk
menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang
merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran
dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan
semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi
nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai
individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan
berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang
berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta
kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup
beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi
pola panutan bagi sebagian masyarakat. Sekolah berfungsi untuk mempersatukan
nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu
pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup
yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia
kepada anak-anak di sekolah.
c.
Fungsi
pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai
tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus
melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti
bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan
sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya. Fungsi sekolah
berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi
sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat
untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat
pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang
berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisidan
nilai-nilai daerah tertentu. Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai
yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai
bangsa dan tanah airnya.
d.
Fungsi
seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi
dalam masyarakat dalam rangka menyiapkantenaga kerja untuk suatu jabatan
tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk
suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu. Sekolah sebagai lembaga
yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal.
Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kerja profesional dalam
bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka
untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam
bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki
tanggung jawab terhadap karier dan pekerjaan yang dipangkunya. Sekolah
mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu,
patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan
tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Sekolah juga mendidik agar
seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia
sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi
keberhasilan dalam tugasnya. Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan
pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang
keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang
terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan
seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini
merupakan pengembangan pribadi sosial.
e.
Fungsi
pendidikan dan perubahan sosial.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk
mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi (1) melakukan reproduksi budaya,
(2) difusi budaya, (3)mengembangkan analisis kultural terhadap
kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4)melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi
tingkat ekonomi sosial tradisional,dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang
lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai
budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi
sebagai difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial
yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya.
Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan
informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan
pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan
serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan.
Fungsi pendidikan dalam perubahan
sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk
menanamkan keyakinan-keyakinan dannilai-nilai baru tentang cara berpikir
manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi
baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah
menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap
perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri
dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada
mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk memperoleh
kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi.
E.
FUNGSI
SEKOLAH DALAM MASYARAKAT
Di
muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan
formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut
juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga
menyelenggarakan pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai
dua fungsi yaitu (1) sebagai partner masyarakat dan (2) sebagai penghasil
tenaga kerja.
Sekolah
sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan
masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan,
tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi
fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan
terhadap perubahan lingkungan seseorang didalam masyarakat. Perubahan
lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan,
penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam
masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari
lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar
serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah. Fungsi sekolah sebagai
partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta
fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar dimasyarakat. Kekayaan
sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber,
perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakanoleh
sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan.
Sebagai
produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan
hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi
pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kedua, ketepatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga
persekolahan akan ditentukan pula oleh kejelasan perumusan kontrak antara
sekolah selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan
penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan
dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya. Ikatan objektif ini dapat
berupa perhatian, penghargaan dan tunjangan tertentu seperti dana, fasilitas
dan jaminan objektif lainnya yang memberikan makna penting eksistensi dan
produk sekolahan.
F.
JENIS-JENIS
KEGIATAN HUBUNGAN LEMBAGA PENDIDIKAN DENGAN MASYARAKAT
Menurut
Don Begin (1984), public relations dibedakan menjadi external publicrelations ( humas ke luar ) dan internal public relations (
humas ke dalam ). Oleh karena itu, di sekolah dikenal adanya kegiatan
publisitas ke luar dan publisitas kedalam.
1.
1.Kegiatan
Eksternal
Kegiatan ini selalu berhubungan
atau ditujukan kepada publik atau masyarakat di luar warga sekolah. Ada dua
kemungkinan yang bisa dilakukan yakni secara langsung ( tatap muka ) dan tidak
langsung. Kegiatan tatap muka misalnya rapat bersama dengan pengurus BP3
setempat, berkonsultasi dengan tokoh-tokoh
masyarakat, melayani kunjungan tamu dan sebagainya. Kegiatan eksternal tidak
langsung adalah kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat melalui
perantaraanmedia tertentu, seperti:
a.
Penyebaran
informasi melalui televisi
Berhasil tidaknya menggunakan televisi sebagai alat
media publisitas sekolah, tergantung pada program yang telah disiapkan
sebelumnya di dalam program itu disusun hal-hal atau pokok-pokok yang akan
disajikan kepada penontonnya. Maka dari itu, informasi melalui televisi
memerlukan persiapan yang lebih cermat dari pada informasi melalui radio.
Informasi melalui televisi dapat dilaksanakan dengan cara ceramah biasa,
wawancara, ceramah dengan alat-alat peraga, diskusi, sandiwara, acara cerdas
tangkas, kegiatan kesenian dan sebagainya.
b.
Penyebaran
informasi melalui radio
Radio merupakan media massa yang penting yang mampu
menjangkau publik yang luas. Karena itu, sekolah dapat mengambil manfaat yang
sebesar-besarnya dari radio ini untuk kepentingan publisitas. Beberapa hal yang
penting seperti kapan pendaftaran siswa baru, kegiatan pendidikan dan data
sekolah dapatdiinformasikan ke luar melalui radio.
c.
Penyebaran
informasi melalui media cetak
Yang dimaksud media cetak adalah surat kabar,
majalah, buletin dan sebagainya. Kadang-kadang semuanya ini disebut pers dalam
arti sempit. Dalam hubungannya dengan kegiatan humas, pers dapat dikatakan
sebagai penyalur informasi yang menguntungkan.
d.
Pameran
sekolah
Pameran sekolah dimaksud untuk menunjukkan hasil
pekerjaan para siswa serta masyarakat
pada umumnya.
e.
Berusaha
sendiri penerbitan majalah atau buletin sekolah dengan maksud ditunjukkan
kepada publik di luar sekolah. Majalah atau buletin ini dapat diisi
berita-berita sekolah dan artikel-artikel karangan warga sekolah yang
bersangkutan.
2.
Kegiatan
Internal
Kegiatan ini merupakan publisitas
ke dalam, sasarannya tidak lain adalah warga sekolah yang bersangkutan yakni
para guru, tenaga tata usaha dan seluruh siswa. Pada prinsipnya, kegiatan
internal bertujuan untuk:
a.
Memberi
penjelasan tentang kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah, situasi dan
perkembangannya.
b.
Menampung
sarana-sarana dan pendapat-pendapat dari warga sekolah dalam hubungannya dengan
pembinaan dan pengembangan sekolah.
c.
Dapat
memelihara hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama antar warga
sekolah sendiri.
Jenis
hubungan sekolah dan masyarakat itu sendiri dapat digolongkan menjadi 3 jenis,
yaitu:
a.
Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja
sama dalam hal mendidik murid, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam
keluarga. Adanya hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip
atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan
sikap pada diri anak.
b.
Hubungan kultural, yaitu usaha kerja
sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan
mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu
diperlukan hubungan kerjasama antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam
masyarakat. Kegiatan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan
perkembangan masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan bahan pengajaran dan
metode-metode pengajarannya.
c.
Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja
sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instansi resmi lain, baik
swasta maupun pemerintah,seperti hubungan kerjasama antara sekolah satu dengan
sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun
perusahaan-perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan
pendidikan pada umumnya(Purwanto, 2005: 193).
G.
PENINGKATAN
DAN PENDAYAGUNAAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Masyarakat
memandang sekolah (lembaga pendidikan) sebagai cara yang menyakinkan dalam
membina perkembangan para siswa atau mahasiswa, karena itu masyarakat
berpatisipasi dan setia kepadanya (Walsh, 1973, h. 131). Namun hal ini tidak
otomatis terjadi terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Hal
ini disebabkan karena banyak warga yang belum paham akan makna lembaga
pendidikan, lebih-lebih bila kondisi ekonomi mereka rendah, mereka hampir tidak
hirau akan lembaga pendidikan. Pusat perhatian mereka adalah kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk mengikut sertakan warga masyarakat ini dalam membangun pendidikan di sekolah
maupun perguruan tinggi, sudah sepatutnya para manajer pendidikan melalui
tokoh-tokoh masyarakat aktif menggugah perhatian mereka. Para manajer dapat
mengundang para tokoh ini untuk membahas bentuk-bentuk kerjasama dalam meningkatkan
pendidikan. Keputusan diambil secara musyawarah untuk memperoleh alternatif
yang terbaik. Yang paling menarik bagi masyarakat adalah bila lembaga
pendidikan itu sanggup mencetak lulusan yang siap pakai. Artinya bila lulusan
itu baik mereka sebagai tenaga menengah maupun sebagai tenaga ahli tidak
membutuhkan latihan lagi sebelum bekerja, melainkan secara langsung dapat melaksanakan
pekerjaan dalam bidangnya secara relatif baik. Untuk mewujudkan lulusan seperti
ini memang merupakan tantangan berat bagi para manajer pendidikan.
Bila manajer berhasil,
biasanya imbalannya dari warga masyarakat cukup besar. Mereka secara antusias
akan mendukung lembaga pendidikan bersangkutan baik secara moral maupun
material. Makin banyak orang tua yang merasakan kepuasan itu, makin banyak dan
makin besar pula partisipasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan itu.
Inilah beberapa contoh
partisipasi masyarakat dalam pendidikan :
1.
Dalam
bentuk partisipasi antara lain :
a.
Dewan
Pendidikan
b.
Komite
Sekolah
c.
Persatuan
orang tua siswa
d.
Perkumpulan
olahraga
e.
Perkumpulan
Kesenian
f.
Organisai-organisasi
yang lain
2.
Dalam
bidang partisipasi antara lain :
a.
Kurikulum
terutama yang lokal
b.
Alat-alat
belajar
c.
Dana
d.
Material
untuk bangunan gedung
e.
Auditing
Keuangan
f.
Kontrol
terhadap kegiatan-kegiatan sekolah dan sejenisnya
3.
Dalam
cara partisipasinya antara lain :
a.
Ikut
dalam pertemuan
b.
Datang
ke sekolah
c.
Lewat
surat
d.
Lewat
telepon
e.
Ikut
malam kesenian dan sejenisnya
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Salah
satu pendekatan di dalam sosiologi yang menggali konsep sistem sosial atau
masyarakat
adalah pendekatan fungsional struktural. Fungsional struktural memandang
masyarakat seperti layaknya organisme biologis yang terdiri dari
komponen-komponen atomistis dan memelihara hubungan integratifsistemik agar
metabolisme kehidupan masyarakat tetap terjaga.
Artinya, sebuah sistem sosial merupakan sistem dari tindakan-tindakan manusia. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antar individu, yang tumbuh dan berkembang dalam standar penilaian umum serta mendapat kesepakatan bersama dari para anggota masyarakat. Yang paling penting dari berbagai standar penilaian umum adalah apa yang disebut sebagai norma-norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial.
B.
SARAN
Dalam makalah ini telah kami jelaskan tentang Hubungan Sistem Pendidikan dalam
Masyarakat , kami sadar
bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan terutama
dari ibu pembimbing/dosen Ratna
Khairunnisa, S.Pd,M.P dalam mata kuliah Sosiologi dan Antropologi untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga
permasalahan yang dibahas dalam makalah ini bisa tercapai dan dapat dipahami,
dan kepada kawan-kawan juga kami mohon saran dan kritikannya sehingga apa
yang kurang semoga menjadi bahan evaluasi bagi tim penyusun makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://pendidikan.radensomad.com/fungsi-dan-peranan-pendidikan-dalammasyarakat.htmlMulyasa,
Endang. 2007.Manajemen Berbasis Sekolah
·
Bandung:
PT RemajaRosdakarya.Suryosubroto. 2004.Manajemen Pendidikan Di Sekolah Jakarta: PT Rineka
Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar